Agama Lokal Orang Toraja
A.
Asal Usul Dan Perkembangan
Kepercayaan Aluk To Dolo
Orang
Toraja, ialah penduduk sulawesi tengah, untuk sebagian juga mendiami propinsi
sulawesi selatan, ialah wilayah dari kabupaten-kabupaten tanah-Toaraja dan
mamasa. Mereka itu biasanya juga disebutorang toraja sa’ dan berjulah kira-kira
½ juta orang.
Kepercayaan aluk to dolo merupakan hassil akulturasi
antara masyarakat asli Sulawesi yaitu aluk-aluk dengan Tiongkok. Kepercayaan aluk to dolo adalah kepercaayaan Toraja yang terletak kurang lebih 300 km,
disebelah utara ujung pandang, Sulawesi Selatan.
Secara harfiah, aluk artinya kepercayaan to artinya orang dolo artinya dulu
jadi aluk todolo artinya kepercayaan orang dulu atau kepercayaan peninggalan
nenek moyang.
Menurut beberapa keterangan, penyebaran pertama bernama Pahane,
kelahiran Puan. Ia kawin di Kesu dengan seorang wanita yang bernama Ambun.
Namun tidak diketahui secara pasti kapan ajaran ini mulai dikembangkan. Daerah
Kesu dianggap sebagai daerah pertama pengembangan ajaran Aluk odolo dan diberi
nama Panta-‘anakan lolona sukaran aluk, yang meiliki arti Dewan Muda
Syariat Agama.
Sampai saat
negara indonesia memproklamirkan kemerdekaannya, belum terdapat suatu
organisasi yang mengkoordinir secara resmi kegiatan-kegiatan penganut Aluk
Todolo. Tetapi setelah tahun 1955 terbentuklah suatu organisasi atau
perkumpulan pada penganut Aluk Todolo yang bernama pamadangan ada. Organisasi
ini bertujuan :
1. Agar Alukta
diakuai sebagai agama resmi di indonesia yang berdasarkan pancasila.
2. Agar para
penganut alukta diberi kesempatan untuk duduk dipemerintahan
Aluk
Todolo adalah kepercayaan animisme tua, dalam perkembangannya Aluk Todolo
banyak dipengaruhi oleh ajaran-ajaran hidup Konfusius dan agama Hindu.
B. Pokok-Pokok Ajaran Aluk To Dolo
1.
Konsep ketuhanaan
Tidak
berbeda dengan konsep anemisme lainya, aluk to dolo mempercayai adanya kekuatan
gaib pada alam, iya berada dimana-mana, seperti dipinggir langit, ditepi laut,
disungai, dalam lapisan tanah, lapisan batu, didalam matahari, di hutan, di
laut, di poju, di tempat para arwah yang sudah meninggal.
Setelah
berpisahnya bumi dan langit, maka timbulah gelap dan terang, dari padanya pula
lahirlah Tuhan-Tuhan yang bernama: Poang Tulak Padang, Poang
Enggai Rante, dan Gaun Tikembang.
2.
Sitem Kepercayaan
Sistem kepercayaan tradisional suku
Toraja adalah kepercayaan animisme politeistik yang disebut aluk,
atau "jalan" (kadang diterjemahkan sebagai "hukum"). Dalam
mitos Toraja, leluhur orang Toraja datang dari surga dengan menggunakan tangga
yang kemudian digunakan oleh suku Toraja sebagai cara berhubungan dengan Puang Matua, dewa pencipta.
Alam semesta, menurut aluk, dibagi menjadi dunia atas
(Surga) dunia manusia (bumi), dan dunia bawah. Pada awalnya, surga dan bumi menikah
dan menghasilkan kegelapan, pemisah, dan kemudian muncul cahaya. Hewan tinggal
di dunia bawah yang dilambangkan dengan tempat berbentuk persegi panjang yang
dibatasi oleh empat pilar, bumi adalah tempat bagi umat manusia, dan surga
terletak di atas, ditutupi dengan atap berbetuk pelana. Dewa-dewa Toraja
lainnya adalah Pong Banggai di
Rante (dewa bumi), Indo' Ongon-Ongon (dewi gempa bumi), Pong Lalondong (dewa kematian), Indo' Belo Tumbang (dewi pengobatan), dan lainnya.[1] Aluk Todolo
merupakan suatu kepercayaan yang bersifat politeisme yang dinamistik.[2]
C. Upacara Keagamaan Masyarakat Toraja
1.
Upacara Keagamaan
a) Peribadatan
Sesuai dengan sistem kepercayaan dan konsep ketuhanan
yang dianut oleh para penganut Alukta, maka praktek penyembahan kepada sang
dewa disesuaikan dengan tindakan dan permohonan penyembahannya.
Penyembahan kepada para dewa dilakukan
pula karena terkena musibah, seperti sakit dan rusaknya tanam-tanaman atau
karena memulai sesuatu pekerjaan, seperti mulai bertanama padi, menebang pohon,
mulai mendirikan rumah dan sebagainya.
2.
Adat Masyarakat Toraja
a) Upacara Kelahiran
Upacara dalam menyambut kelahiran anak
tidak ada yang khusus, hanya saja persyaratan minimalnya adalah bantuan sang
dukun dalam melahirkan, yang kemudian dihadiahi 20 ikat padi dan uang
sekedarnya.
b) Upacara
Perkawinan
Jika laki-laki akan meminang wanita, maka
dikirim utusan dari pihak laki-laki dengan seperangkat alat-alat perkawinan.
Apabila pinangan diterima, maka cara pertunangannnya dilakukan dengan cara:
1) Pihak laki-laki berkunjung selama 3 malam
ke rumah perempuan dengan diantar dengan keluarganya.
2) Kunjungan kedua diterima oleh 12 orang.
3) Kunjungan ketiga diterima oleh 20 orang,
dan pada malam keempat laki-laki boleh tinggal di rumah perempuan.
4) Biaya upacara ditanggung oleh kedua belah
pihak
c)
Upacara kegembiraan disebut Rambu Tuka'.
Upacara ini juga meliputi 7 (tujuh) tahapan, yaitu: Tananan
bua’, tokonan
tedong, batemanurun, surasan
tallang, remesan
para, tangkean
suru, dan kapuran pangugan.
d) Upacara Kematian
Upacara kematian dalam Aluk Todolo disebut Rambu Solo'. Upacara atau perawatan orang yang meninggal dilakukan
menurut tingkat sosial dan ekonomi orang yang meninggal. Upacara ini meliputi 7 (tujuh) tahapan,yaitu: Rapasan, barata
kendek, todi balang, todi rondon, todi sangoloi, di silli', dan todi tanaan.
Makin meriah upacara kematian seseorang maka makin ringan pula kehidupan
mereka kelak diakhirat. Dalam masyarakat
Toraja, upacara pemakaman merupakan ritual yang paling penting dan berbiaya
mahal. Semakin kaya dan berkuasa seseorang, maka biaya upacara pemakamannya
akan semakin mahal. Dalam agama aluk, hanya keluarga bangsawan yang berhak
menggelar pesta pemakaman yang besar.
e)
Seni Bangunan Suku Toraja
Tongkonan adalah rumah
tradisional Toraja yang berdiri di atas kayu dan dihiasi dengan ukiran berwarna
merah, hitam, dan kuning. Kata "tongkonan" berasal dari bahasa Toraja
tongkon ("duduk").
Tongkonan merupakan
pusat kehidupan sosial suku Toraja. Ritual yang berhubungan dengan tongkonan
sangatlah penting dalam kehidupan spiritual suku Toraja oleh karena itu semua
anggota keluarga diharuskan ikut serta karena Tongkonan melambangan hubungan mereka
dengan leluhur mereka. Menurut cerita rakyat Toraja, tongkonan pertama dibangun
di surga dengan empat tiang. Ketika leluhur suku Toraja turun ke bumi, dia
meniru rumah tersebut dan menggelar upacara yang besar.
f)
Keanekaragaman Bahasa Suku Toraja
Bahasa
Toraja adalah bahasa yang dominan di Tana Toraja, dengan Sa'dan Toraja sebagai
dialek bahasa yang utama. Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional adalah
bahasa resmi dan digunakan oleh masyarakat, akan tetapi bahasa Toraja pun
diajarkan di semua sekolah dasar di Tana Toraja.
Ragam
bahasa di Toraja antara lain Kalumpang, Mamasa, Tae' , Talondo' , Toala' , dan
Toraja-Sa'dan, dan termasuk dalam rumpun bahasa Melayu-Polinesia dari bahasa
Austronesia. Pada mulanya, sifat geografis Tana Toraja yang terisolasi membentuk
banyak dialek dalam bahasa Toraja itu sendiri. Setelah adanya pemerintahan
resmi di Tana Toraja, beberapa dialek Toraja menjadi terpengaruh oleh bahasa
lain melalui proses transmigrasi, yang diperkenalkan sejak masa penjajahan.
D. Interaksi
Kepercayaan
Orang
Tanah Toraja dengan Agama-Agama Lain
1.
Interaksi dengan Hindu-Budha
Sebelum datangnya Hindu-Budha ke nusantara khususnya
ke daerah Toraja kepercayaan daerah ini masih menganut animism, lalu setelah
Hindu-Budha masuk kepercayaan mereka yaitu percaya kepada dewa-dewa. Karena konsep dewa-dewa
merupakan ajaran Hindu-Budha.
2. Interaksi dengan Kristen
Budaya lokal Toraja merupakan cerminan dari agama asli Toraja itu
sendiri yaitu Aluk Todolo. Aluk Todolo sebagai agama asli adalah kerohanian
yang timbul dan tumbuh secara spontan bersama suku bangsa Toraja itu sendiri,
dan Kristen Protestan muncul sebagai agama universal yang mempengaruhi agama
asli Toraja dan pada akhirnya mendominasi kerohanian pada masyarakat Toraja.
Pada dominasi Kristen Protestan sebagai agama universal, masih terlihat
eksistensi Aluk Todolo yang tercermin dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat
Toraja. Hal tersebut menunjukkan adanya indikasi awal sinkretisme antara Aluk
Todolo dengan agama Kristen Protestan.[3]
Referensi
Diakses pada tanggal 29 April 2016 dari http://repository.maranatha.edu/593/1/Wujud%20Sinkretisme%20Religi%20Aluk%20Todolo.pdf
[3] Diakses pada tanggal 29 April 2016 dari http://repository.maranatha.edu/593/1/Wujud%20Sinkretisme%20Religi%20Aluk%20Todolo.pdf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar