Agama Tradisional Orang Tengger
A.
Asal-Usul Orang
Tengger
Suku Tengger adalah sebuah suku yang tinggal di
sekitar kawasan pegunungan Bromo-Tengger-Semeru, Jawa Timur, Indonesia. Penduduk suku
Tengger menempati sebagian wilayah Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Lumajang, Kabupaten Probolinggo, dan Kabupaten Malang.
Ada 3 teori yang
menjelaskan asal nama Tengger:
1.
Tengger berarti berdiri tegak atau berdiam tanpa gerak,
yang melambangkan watak orang Tengger yang berbudi pekerti luhur, yang harus
tercermin dalam segala aspek kehidupan.
2.
Tengger bermakna pegunungan, yang sesuai dengan daerah
kediaman suku Tengger.
Ada sepasang suami-istri yang sudah sekian
lama tidak memiliki anak, dengan bersungguh-sungguh mereka melakukan semedi.
Mereka mendapatkan amanat dari dewata dan kemudian mendapatkan 25 orang anak.
Dari ke 25 anak itu, anak yang bungsu yang
bernama Dewa Kesuma. Anak ini setelah dewasa dikorbankan kepada Brahata Dharma
di kawah gunung Bromo. Setiap tahun pada tanggal dan bulan pada saat dirinya
dikorbankan, saudara-saudara dan anak cucu mereka diharapkan mengirimkan korban
dan sesaji dikemudian hari. Demikian pesan itu dilaksanakan turun-temurun
hingga kini. Masyarakat Tengger beranggapan 24 anak Roro Anteng dan Joko Seger
itu merupakan nenek moyang mereka.
Sikap dan pandangan
hidup masyarakat Tengger terlihat dari harapan masyarakat tersebut yaitu waras
(sehat), wareg (kenyang), wastra (memiliki pakaian, sandang), wisma (memiliki
rumah, tempat tinggal), dan widya (menguasai ilmu dan teknologi, berpengetahuan
dan terampil).
Mereka mengembangkan pandangan hidup
yang disebut kawruh buda (pengetahuan tentang watak), yaitu: Prasaja yaitu jujur,
tidak dibuat-buat apa adanya, prayoga yaitu
senantiasa bersikap bijaksana, pranata yaitu
senantiasa patuh pada raja, berarti pimpinan atau pemerintah, prasetya yaitu setya, prayitna
yaitu waspada[2]
Kepercayaan mereka terlihat pada unsur animisme, yakni
adanya roh-roh yang memiliki kekuatan karena itulah mereka membuat berbagai
upcara dan sesajian. Kepercayaan masyarakat Tengger diantaranya:
1. Animisme: Ialah salah satu
kepercayaan yang meyakini adanya kekuatan roh atau makhluk halus yang
mengelilinginya. Roh nenek moyang bagi masyarakat Tengger mempunyai kedudukan
penting, roh nenek moyang dari anak cucu yang masih hidup.
2. Konsep tentang Tuhan: Menurut
agama Budha Tengger untuk daerah sekitar Ngidasari, pengertian tentang dewa
Trimurti ialah Sang Hyang Betoro Guru, Sang Hyang Betoro Wisnu dan Sang Hyang
Betoro Siwo. Tetapi dari ketiga nama dewa tersebut terdapat dewa tertinggi yang
dinamakan Sang Hyang Wiseso atau Sang Hyang Tunggal.
3. Sembahyang dan Semedi: Agama Budha
Tengger mengenal pula tata cara sembahyang yang ia sebut semedi. Praktek semedi
bisa dilakukan dirumah, sanggar pemujaan, tempat-tempat sepi seperti gunung,
gua dan sebagainya.
4.
Konsep Alam: Di samping alam yang terlihat
nyata, mereka pun mempercayai alam lain dibalik kehidupanyang terlihat ini.
Para dewata dalam pandangan mereka ditempatkan di Suralaya, suatu tempat
tertinggi yang dianggap suci.
1.
Hari Raya Karo
Hari raya Karo adalah hari raya pemeluk agama Budha
Tengger yang dirayakan bersama-sama secara besar-besaran dan diadakan pada
pertengahan bulan Karo (bulan kedua) setiap tahun. Upacara dilaksanakan selama
7 hari, selama itu mereka saling kunjung mengunjungi untuk mempererat tali
persaudaraan yang disebutnya dengan istilah sambung batin.
2.
Hari raya Kesodo
Hari raya Kesodo adalah hari raya
yang diadakan oleh masyarakat Tengger pada bulan ke 12 (saddo) pada pertengahan
bulan. Sebelumnya upacara ini diadakan pada malam hari, sorenya di balai desa
Ngadisari bertindak sebagai tuan rumah. Di tempat itu diadakan keramaian dan
hiburan (tari-tarian, film, pameran, dll). Puluhan warung, restoran, toko
darurat di buka, ribuan manusia berdatangan untuk upacara dan pariwisata.
3.
Pujan Kapat
(Bulan Keempat)
Upacara kapat jatuh pada bulan keempat (papat) menurut
tahun saka disebut pujan kapat, bertujuan untuk memohon berkah keselamatan serta
selamat kiblat, yaitu pemujaan terhadap arah mata angin yang dilakukan bersama-
sama disetiap desa (rumah kepala desa) yang dihadiri para pini sepuh desa,
dukun, dan masyarakat desa.
4.
Pujan Kapitu
(Bulan Tujuh)
Pujan kapitu (bulan tujuh), semua pini sepuh desa dan
keharusan pandita dukun melakukan tapa brata dalam arti diawali dengan pati
geni (nyepi) satu hari satu malam, tidak makan dan tidak tidur. Selanjutnya
diisi dengan puasa mutih (tidak boleh makan makanan yang enak), Pada bulan
kapitu ini masyarakat suku tengger tidak diperbolehkan mempunyai hajat.
5.
Pujan Kawolu
Upacara ini jatuh pada bulan kedelapan (wolu) tanggal 1
tahun saka. Pujan kawolu sebagai penutipan megeng. Masyarakat mengirimkan
sesaji ke kepala desa, dengan tujuan untuk keselamatan bumi, air, api, angin,
matahari, bulan dan bintang.
6.
Pujan Kasangan
Upacara ini
jatuh pada bulan kesembilan (sanga) tanggal 24 setelah purnama tahun saka.
Masyarakat berkeliling desa dengan membunyikan kenyongan dan membawa obpr.
Upacara diawali oleh para wanita yang mengantarkan sesaji ke kepal desa, untuk
dimantrai oleh pendeta, selanjutnya pendeta dan para sesepuh desa membentuk
barisan, berjalan mengelilingi desa.
7.
Kasada (Bulan
Dua Belas)
Upacara kasada dilaksanakan tnggal 14 dan 15 dilakukan di
ponten pure luhur, semua masyarakat tengger berkumpul menjelang pagi.
Upacara dilaksanakan pada saat purnama bulan kasada (ke dua belas)
tahun saka, upacara ini juga disebut dengan hari Raya Kurba.[3]
8.
Entas-entas
Acara
untuk mensucikan arwah orang-orang yang sudah meninggal dunia.
9.
Unang-unang
Upacara
Unang-unang dilakukan dengan tujuan membersihkan desa dari gangguan makhluk
halus dan juga membersihkan arwah yang belum sempurna setelah kematian
fisiknya.
10. Pujaan
Mubeng
Upacara
ini bertujuan untuk memohon keselamatan dusun dan dilakukan dengan memberikan
sesajin-sesajin.
11. Sesayut
Upacara
yang dilakukan seseorang perempuan atau ibu hamil tujuh bulan.
1. Upacara Kelahiran
Pertama, ketika bayi yang berada dalam kandungan telahberumur tujuh
bulan,yang bersangkutan mengadakan selamtan nyayut atau upacara
sesayut. Setelah bayi lahir dengan selamat yang bersangkutan mengadakan upacara sekul brokohan. Pada hari
ketujuh atau kedelapan setelah kelahiran, yang bersangkutan mengadakan upacara cuplak puser, yakni pada saat
pusar telah keringdan akan lepas. Rangakaian upacara kelahiran yang
keenamadalah upacara among-among,
yang dilaksanakan setelah bayi berusia 44 hari.
2. Upacara Perkawinan
Puncak dari upacara
perkawinan adalah upacara
walagara, yakni akad nikah yang dilaksanakan oleh dukun. Dalam upacara walagara dukun membawa
secawan air yang dituang ke dalam prasen,
diaduk dengan pengaduk yang terbuat dari januratau daun pisang dan kemudian
diberi mantra. Selanjutnya mempelai wanitamencelupkan telunjuk jarinya ke dalam
air tersebut dan mengusapkannya pada10tungku, pintu, serta tangan para tamu,
dengan maksud agar pada tamu memberi doarestu.
3. Upacara Kematian
Setelah dimandikan mayat diletakkan di atas balai-balai kemudian
dukun memercikkan air suci dari prasen
kepada jenazah sambil mengucapkan doa kematian. Sebelum kuburan digali,
dukun lebih dulu menyiramkan air dalam bumbung yang telah diberi mantra. Orang
yang telah meninggal tersebut diganti dengan boneka yang disebutbespa, terbuat dari bunga dan
dedaunan. Bespa diletakkan di
atas balai-balai bersama berbagai macam sajian.
E.
Interaksi kepercayaan Orang Tengger dengan agama-agama lain
Maraknya revitalisasi Hindu Tengger berawal, ketika pada tahun 1979
rombongan pertama guru agama dari Bali tiba di Tengger. Rombongan inimembentuk
kelas-kelas baru untuk anak-anak dan orang dewasa, dan mengajargenerasi muda
Tengger membaca doa-doa dalam bahasa Sansekerta.
Referensi
Diakses pada tanggal 21 April 2016 dari http://kebudayaanindonesia.net/kebudayaan/1109/pandangan-dan-siklus-hidup-suku-tengger
Diakses pada tanggal 22 April 2016 dari http://redendonk.blogspot.co.id/2012/10/kebudayaan-suku-tengger.html
[2] Diakses pada
tanggal 21 April 2016 dari http://kebudayaanindonesia.net/kebudayaan/1109/pandangan-dan-siklus-hidup-suku-tengger
[3] Diakses pada
tanggal 22 April 2016 dari http://redendonk.blogspot.co.id/2012/10/kebudayaan-suku-tengger.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar