Kamis, 09 Juni 2016

Resume Kelompok 6



Agama Tradisional Orang Tengger

A.    Asal-Usul Orang Tengger
Suku Tengger  adalah sebuah suku yang tinggal di sekitar kawasan pegunungan Bromo-Tengger-Semeru, Jawa Timur, Indonesia. Penduduk suku Tengger menempati sebagian wilayah Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Lumajang, Kabupaten Probolinggo, dan Kabupaten Malang.
Ada 3 teori yang menjelaskan asal nama Tengger:
1.       Tengger berarti berdiri tegak atau berdiam tanpa gerak, yang melambangkan watak orang Tengger yang berbudi pekerti luhur, yang harus tercermin dalam segala aspek kehidupan.
2.       Tengger bermakna pegunungan, yang sesuai dengan daerah kediaman suku Tengger.
3.       Tengger berasal dari gabungan nama leluhur suku Tengger, yakni Rara Anteng dan Jaka Seger.[1]
Ada sepasang suami-istri yang sudah sekian lama tidak memiliki anak, dengan bersungguh-sungguh mereka melakukan semedi. Mereka mendapatkan amanat dari dewata dan kemudian mendapatkan 25 orang anak.
Dari ke 25 anak itu, anak yang bungsu yang bernama Dewa Kesuma. Anak ini setelah dewasa dikorbankan kepada Brahata Dharma di kawah gunung Bromo. Setiap tahun pada tanggal dan bulan pada saat dirinya dikorbankan, saudara-saudara dan anak cucu mereka diharapkan mengirimkan korban dan sesaji dikemudian hari. Demikian pesan itu dilaksanakan turun-temurun hingga kini. Masyarakat Tengger beranggapan 24 anak Roro Anteng dan Joko Seger itu merupakan nenek moyang mereka.




Sikap dan pandangan hidup masyarakat Tengger terlihat dari harapan masyarakat tersebut yaitu waras (sehat), wareg (kenyang), wastra (memiliki pakaian, sandang), wisma (memiliki rumah, tempat tinggal), dan widya (menguasai ilmu dan teknologi, berpengetahuan dan terampil).
Mereka mengembangkan pandangan hidup yang disebut kawruh buda (pengetahuan tentang watak), yaitu: Prasaja yaitu jujur, tidak dibuat-buat apa adanya, prayoga yaitu senantiasa bersikap bijaksana, pranata yaitu senantiasa patuh pada raja, berarti pimpinan atau pemerintah, prasetya yaitu setya, prayitna yaitu waspada[2]
Kepercayaan mereka terlihat pada unsur animisme, yakni adanya roh-roh yang memiliki kekuatan karena itulah mereka membuat berbagai upcara dan sesajian. Kepercayaan masyarakat Tengger diantaranya:
1.      Animisme: Ialah salah satu kepercayaan yang meyakini adanya kekuatan roh atau makhluk halus yang mengelilinginya. Roh nenek moyang bagi masyarakat Tengger mempunyai kedudukan penting, roh nenek moyang dari anak cucu yang masih hidup.
2.      Konsep tentang Tuhan: Menurut agama Budha Tengger untuk daerah sekitar Ngidasari, pengertian tentang dewa Trimurti ialah Sang Hyang Betoro Guru, Sang Hyang Betoro Wisnu dan Sang Hyang Betoro Siwo. Tetapi dari ketiga nama dewa tersebut terdapat dewa tertinggi yang dinamakan Sang Hyang Wiseso atau Sang Hyang Tunggal.
3.      Sembahyang dan Semedi: Agama Budha Tengger mengenal pula tata cara sembahyang yang ia sebut semedi. Praktek semedi bisa dilakukan dirumah, sanggar pemujaan, tempat-tempat sepi seperti gunung, gua dan sebagainya.
4.      Konsep Alam: Di samping alam yang terlihat nyata, mereka pun mempercayai alam lain dibalik kehidupanyang terlihat ini. Para dewata dalam pandangan mereka ditempatkan di Suralaya, suatu tempat tertinggi yang dianggap suci.




1.      Hari Raya Karo
Hari raya Karo adalah hari raya pemeluk agama Budha Tengger yang dirayakan bersama-sama secara besar-besaran dan diadakan pada pertengahan bulan Karo (bulan kedua) setiap tahun. Upacara dilaksanakan selama 7 hari, selama itu mereka saling kunjung mengunjungi untuk mempererat tali persaudaraan yang disebutnya dengan istilah sambung batin.
2.      Hari raya Kesodo
Hari raya Kesodo adalah hari raya yang diadakan oleh masyarakat Tengger pada bulan ke 12 (saddo) pada pertengahan bulan. Sebelumnya upacara ini diadakan pada malam hari, sorenya di balai desa Ngadisari bertindak sebagai tuan rumah. Di tempat itu diadakan keramaian dan hiburan (tari-tarian, film, pameran, dll). Puluhan warung, restoran, toko darurat di buka, ribuan manusia berdatangan untuk upacara dan pariwisata.
3.      Pujan Kapat (Bulan Keempat)
Upacara kapat jatuh pada bulan keempat (papat) menurut tahun saka disebut pujan kapat, bertujuan untuk memohon berkah keselamatan serta selamat kiblat, yaitu pemujaan terhadap arah mata angin yang dilakukan bersama- sama disetiap desa (rumah kepala desa) yang dihadiri para pini sepuh desa, dukun, dan masyarakat desa.


4.      Pujan Kapitu (Bulan Tujuh)
Pujan kapitu (bulan tujuh), semua pini sepuh desa dan keharusan pandita dukun melakukan tapa brata dalam arti diawali dengan pati geni (nyepi) satu hari satu malam, tidak makan dan tidak tidur. Selanjutnya diisi dengan puasa mutih (tidak boleh makan makanan yang enak), Pada bulan kapitu ini masyarakat suku tengger tidak diperbolehkan mempunyai hajat.
5.      Pujan Kawolu
Upacara ini jatuh pada bulan kedelapan (wolu) tanggal 1 tahun saka. Pujan kawolu sebagai penutipan megeng. Masyarakat mengirimkan sesaji ke kepala desa, dengan tujuan untuk keselamatan bumi, air, api, angin, matahari, bulan dan bintang.
6.      Pujan Kasangan
Upacara ini jatuh pada bulan kesembilan (sanga) tanggal 24 setelah purnama tahun saka. Masyarakat berkeliling desa dengan membunyikan kenyongan dan membawa obpr. Upacara diawali oleh para wanita yang mengantarkan sesaji ke kepal desa, untuk dimantrai oleh pendeta, selanjutnya pendeta dan para sesepuh desa membentuk barisan, berjalan mengelilingi desa.
7.      Kasada (Bulan Dua Belas)
Upacara kasada dilaksanakan tnggal 14 dan 15 dilakukan di ponten pure luhur, semua masyarakat tengger berkumpul menjelang pagi. 
Upacara dilaksanakan pada saat purnama bulan kasada (ke dua belas) tahun saka, upacara ini juga disebut dengan hari Raya Kurba.[3]
8.      Entas-entas
Acara untuk mensucikan arwah orang-orang yang sudah meninggal dunia.
9.      Unang-unang
Upacara Unang-unang dilakukan dengan tujuan membersihkan desa dari gangguan makhluk halus dan juga membersihkan arwah yang belum sempurna setelah kematian fisiknya.
10.  Pujaan Mubeng
Upacara ini bertujuan untuk memohon keselamatan dusun dan dilakukan dengan memberikan sesajin-sesajin.
11.  Sesayut
Upacara yang dilakukan seseorang perempuan atau ibu hamil tujuh bulan.




1.      Upacara Kelahiran
Pertama, ketika bayi yang berada dalam kandungan telahberumur tujuh bulan,yang bersangkutan mengadakan selamtan nyayut atau upacara sesayut. Setelah bayi lahir dengan selamat yang bersangkutan mengadakan upacara sekul brokohan. Pada hari ketujuh atau kedelapan setelah kelahiran, yang bersangkutan mengadakan upacara cuplak puser, yakni pada saat pusar telah keringdan akan lepas. Rangakaian upacara kelahiran yang keenamadalah upacara among-among, yang dilaksanakan setelah bayi berusia 44 hari.
2.      Upacara Perkawinan
Puncak dari upacara perkawinan adalah upacara walagara, yakni akad nikah yang dilaksanakan oleh dukun. Dalam upacara walagara dukun membawa secawan air yang dituang ke dalam prasen, diaduk dengan pengaduk yang terbuat dari januratau daun pisang dan kemudian diberi mantra. Selanjutnya mempelai wanitamencelupkan telunjuk jarinya ke dalam air tersebut dan mengusapkannya pada10tungku, pintu, serta tangan para tamu, dengan maksud agar pada tamu memberi doarestu.
3.      Upacara Kematian
Setelah dimandikan mayat diletakkan di atas balai-balai kemudian dukun memercikkan air suci dari prasen kepada jenazah sambil mengucapkan doa kematian. Sebelum kuburan digali, dukun lebih dulu menyiramkan air dalam bumbung yang telah diberi mantra. Orang yang telah meninggal tersebut diganti dengan boneka yang disebutbespa, terbuat dari bunga dan dedaunan. Bespa diletakkan di atas balai-balai bersama berbagai macam sajian.

E.     Interaksi kepercayaan Orang Tengger dengan agama-agama lain
Maraknya revitalisasi Hindu Tengger berawal, ketika pada tahun 1979 rombongan pertama guru agama dari Bali tiba di Tengger. Rombongan inimembentuk kelas-kelas baru untuk anak-anak dan orang dewasa, dan mengajargenerasi muda Tengger membaca doa-doa dalam bahasa Sansekerta.



Referensi
Diakses pada tanggal 21 April 2016 dari https://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Tengger

Tidak ada komentar:

Posting Komentar