Agama Tradisional Suku Naulu
A.
Sejarah Asal Usul Suku Naulu
Suku
Naulu (Noaulu), adalah suku yang bermukim di bagian utara pulau Seram di
provinsi Maluku Indonesia. Suku Naulu mendiami 2 dusun, yaitu dusun Nuanea dan
dusun Sepa. Pemukiman suku Naulu di Nuanea hanya berada di satu pemukiman,
sedangkan yang berada di Dusun Sepa terdiri dari 5 kampung, yaitu Bonara, Naulu
Lama, Hauwalan, Yalahatan dan Rohua.[1]
Suku
Naulu sering disebut juga orang Naulu atau Nuahunai, artinya orang yang berdiam
di hulu Sungai Nua yaitu daerah dari mana mereka berasal sebelum menempati
daerah yang sekarang. Suku
Naulu terletak di wilayah Kecamatan Amhai, kampung Lama/Yahisiro dan Bonara.
Naulu terdiri dari dua kata Nua yang
berarti air, Ulu artinya kepala. Jadi Naulu artinya suku yang mendiami kepala
air Nua/ Sungai Nua. Penamaan suku Naulu dilatar belakangi oleh tempat tinggal
nenek moyang mereka.
Asal
muasal mereka bertempat tinggal di Weri Hulawano (Kepala air Nua) karena
terjadi perselisihan antar klan. Akibat perselisihan itu para kepala suku
bersepakat untuk pindah ke pantai. Masing-masing kepala suku berebutan tempat
pada kedua bagian tersebut. akibatnya, di antara mereka pun berselisih ladi gan
mereka kembali lagi ke Pia dan Weno di Amtrino.
Sekian
lamanya mereka tinggal di Pia dan Weno,
kemudian mereka melakukan hubungan dengan Raja Sepa. Raja Sepa tidak keberatan
hidup berdampingan dengan Suku Naulu asal saja suku Naulu memenuhi
persyaratan-persyaratan yang di ajukan raja Sepa.
Sejak itu
suku Naulu bertempat tinggal di Kampung Lama, yakni kurang lebih 25 km dari
Sepa. Mulai saat itulah tidak ada lagi adat Suku Naulu yang suka memotong
kepala manusia dan senantiasa bergotong royong jika Baeleu Sepu dibangun
1. Konsepsi tentang Tuhan
Upu Kuanahatana atau Upu Allah taala suatu zat yang merupakan kepercayaan
tertinggi bagi suku Naulu. Apa saja permohonan mereka langsung dimintakan
kepada Allah taala.
NamaUpu kuanahatana sering mereka pergunakan dalam sumpah. Jika mereka
bersumpah, mereka menyebut: “eh Upu
kuanahatana atau eh Upu Allah taala” sambil telunjuk mereka ke atas.
Kalaupun ada kepercayaan kepada arwah nenek moyang hal itu adalah bentuk
penghargaan atas jasa-jasa mereka selama hidupnya. Tetapi kepercayaan utama
mereka hanya kepada Upu Allah taala.
2.
Mite Penjadian
Ada beberapa mite dala proses kejadian alam ini. Pertama, Awalu (Upu kuanahatana) menjadikan Nunusaku. Nunusaku adalah suatu yang berpribadi. Dari Nunusaku inilah menjelma seorang berpribadi yang
berbentuk laki-laki dengan seorang wanita yang berasal dari kayangan (langit).
Dari hubungan kedua lawan jenis ini lahirlah manusia-manusia, seperti Tala, Eti
dan sapalewa. Dengan izin Upu Kuanahatana darah yang mengalir dari kelahiran
Tala, Eti dan sapalewaa itu menjadi danau.
Kedua, Upu Kuanahatana menciptakan langit
sebagai pribadi laki-laki (adam) dan bumi sebagai pribadi perempuan (hawa).
Dari persentuhan kedua pribadi tersebut, lahirlah benda-benda alam yang lain.
Setelah terjadi semua isi bumi, Upu Kuanahatana menurunkan Maatope dari langit.
Maatope diturunkan dari langit dengan tali seperti benang sutera yng sangat
halus, mengingat bumi dimana tempat turunnya Maatope ini masih cair. Berubah
padat, dan akhirnya Maatope Maanawa yakni Maatope laki-laki. Setelah itu Upu
Kuanahatana menciptakan Maatope Hihina (perempuan) dari langit. Langsung
diturunkan ke bumi. Dari Maatope Maanawa dari Maatope Hihina inilah berkembang
manusia.
C. Upacara-Upacara Suku Naulu
1.
Upacara Kehamilan
Kehamilan bagi masyarakat
Nuaulu dianggap sebagai suatu peristiwa biasa, khususnya masa kehamilan seorang
perempuan pada bulan pertama hingga bulan kedelapan. Namun pada saat usia
kandungan seorang perempuan telah mencapai sembilan bulan, barulah mereka akan
mengadakan suatu upacara. Upacara baru diadakan pada usia kandungan telah
mencapai sembilan bulan karena masyarakat Nuaulu mempunyai anggapan bahwa pada
saat usia kandungan seorang perempuan telah mencapai 9 bulan, maka pada diri
perempuan yang bersangkutan banyak diliputi oleh pengaruh roh-roh jahat yang
dapat menimbulkan berbagai bahaya gaib. Bukan saja bagi dirinya sendiri dan
anak yang dikandungnya, tetapi juga orang lain di sekitarnya, khususnya kaum
laki-laki. Dan, untuk menghindari pengaruh roh-roh jahat tersebut, si perempuan
hamil perlu diasingkan dengan menempatkannya di posuno.
Selain itu mereka juga
beranggapan bahwa pada hakekatnya kehidupan seorang anak manusia itu baru
tercipta atau baru dimulai sejak dalam kandungan yang telah berusia 9 bulan.
jadi dalam hal ini (masa kehamilan 1-8 bulan) oleh mereka bukan dianggap
merupakan suatu proses dimulainya bentuk kehidupan.[2]
2.
Upacara Suu Anaku (Memandikan Anak)
Dikalangan mereka ada suatu tradisi yang termasuk dalam upacara
lingkaran hidup individu. Yaitu upacara yang berkenaan dengan masa peralihan
dari masa kandungan hingga kelahiran. Upacara tersebut dinamakan oleh mereka
upacara “Suu Anaku” yang berarti “memandikan anak”. Ada
dua versi yang berkenaan dengan tujuan upacara ini. Versi yang pertama
mengatakan bahwa tujuan dari upacara ini adalah agar bayi baik ketika masih
dalam kandungan hingga ketika dilahirkan tidak di ganggu oleh roh-roh jahat.
Versi ini sangat erat kaitannya dengan kepercayaan mereka bahwa seorang
perempuan yang sedang berbadan dua (mengandung) berada dibawah pengaruh roh
jahat yang sewaktu-waktu dapat menimbulkan sesuatu yang tak diinginkan
(mencelakakan), baik terhadap ibunya maupun calon bayi untuk melenyapkan
pengarh roh-roh jahat tersebut maka perlu di lakukan upacara Suu Anaku.
Sedangkan versi lainnya mengatakan bahwa upacara Suu Anaku bertujuan untuk
menghilangkan pembawaan-pembawaan lahiriyah (sifat, watak, dan lain sebagainya)
yang buruk pada sang bayi. Versi ini sangat erat kaitannya dengan kepercayaan
bahwa watak seseorang ditentukan oleh watak yang di miliki oleh ama (ayah) dan
ina (ibu).
3.
Upacara Masa Dewasa bagi Perempuan
(Pinamou)
Istilah pinamou dalam
pengertian lokal berarti
wanita bisu karena selama berlangsungnya upacara ini si
wanita bertindak seperti orang bisu. Wanita pinamou dibolehkan
berbiacara tapi harus
berbisik tidak boleh
berbicara keraskeras. Adapun
maksud dan tujuan
penyelenggaraan upacara ini
adalah untuk mangalihkan status
seorang perempuan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa.
4.
Ritual masa Dewasa bagi laki-laki
Dalam kehidupan suku
Nuaulu laki-laki mempunyai
kedudukan khusus
didalamkehidupan sosial budaya
masyarakat. Anak laki-laki sejak kecil telah ditempa sedemikian
rupa sehingga mereka
setelah dewasa mampu
bertindaksebagai pria-pria yang
bertanggung jawab.
Dalam bahasa daerah
setempat upacara masa
dewasa bagi anak
laki-laki disebut pataheri yang
berarti pemakaian cidaku
dan kain berang
(kain merah) yang mempunyai
arti penting bagi kehidupan seorang
pria Nuaulu karena mengandung arti
pengakuan masyarakat secara
yuridis formal akan
hak dan kewajiban seorang
anak laki-laki serta dianggap sebagai
ajang melepaskan dosa dan harus
berdiri sendiri.
5. Upacara Ritual Kematian
Dalam kehidupan orang Nuaulu upacara kematian
adalah suatu upacara siklus hidup penting
yang harus dilaksanakan agar orang yang meninggal memperoleh tempat di surga
dan juga ruh mereka
(orang meninggal) dapat
menjadi pelindung bagi
orang-orang yang hidup. Keseluruhan
prosesi upacara adat
kematian ini akan
dipimpin oleh seorang pendeta
adat.
1.
Adat meminang (Ruetauanamana)
Kebanyakan dalam etika Naulu, sebelum calon
pengantin perempuan dan calon pengantin laki-kali menikah. Calon pengantin
laki-laki tersebut melaksanakan perkumpulan keluarga dahulu dalam rangka
membicarakan tujuan calon pengantin laki-laki untuk meminang calon pengantin
perempuan dan mementukan pula kapan pernikahan akan dilaksanakan. Seterusnya
keluarga calon pengantin laki-laki keluar meninggal rumah huniannya untuk
meminang calon pengantin perempuan di rumah pengantin perempuannya.
Persiapan calon pengantin laki-laki
dalam mempersiapkan pernikahannya, calon pengantin laki-laki harus memenuhi
syarat dari calon pengantin perempuan. Rata-rata dalam etika naulu telah
ditetapkan persyaratan-persyaratan yang diajukan untuk calon pengantin
laki-laki
2.
Pakian Khas Suku Naulu
Pakaian masyarakat suku Nuaulu dapat dibedakan
menjadi dua versi yaitu :
a)
Pakaian sehari-hari,
Untuk pakaian sehari-harinya masyarakat
suku Nuaulu biasanya memakai
pakaian seperti masyarakat
pada umumnya.
E.
Interaksi
Kepercayaan Suku Naulu dengan Agama-agama Lain
Interaksi suku Naulu dengan agama
masyarakat sekitar dapat dikatakan saling menghargai, bahkan saat ada tradisi
mereka yang dilarang karena bertentangan dengan hukum yang berlaku di
Indonesia, mereka pun rela melepas tradisi mereka. Salah satunya adalah tradisi
yang kontroversial yaitu dimana ada rumah adat yang baru atau memeperbaiki
rumah adat yang lama, maka mereka akan menggunakan kepala manusia dalam ritual
sakral ini.
Namun pada Juli 2005 lalu, Pemerintah melarang suku Naulu untuk
melakukan ritual ini, karena berlawanan dengan hukum yang berlaku di Indonesia,
serta menghormati agama-agama sekitar yang sangat menjunjung tinggi
kemanusiaan. Awal mula dilarangnya tradisi ini karna warga Masohi kecamatan
Amahai kabupaten Maluku Tengah digegerkan dengan penemuan dua sosok manusia
yang sudah terpotong-potong bagian tubuhnya. Bonefer Nuniary dan Brusly Lakrene
adalah korban persembahan tradisi suku Naulu saat akan melakukan ritual adat
memperbaiki rumah adat marga Sounawe. Kepala manusia yang dikorbankan diyakini
mereka akan menjaga rumah adat mereka dari bahaya ataupun gangguan roh-roh
jahat yang diyakini oleh suku Naulu. Bagian tubuh kedua korban yang diambil
selain kepala yang nantinya diasapi adalah jantung, lidah, dan jari-jari. Sementara
anggota tubuh yang tidak diambil makan akan dihanyutkan di aliran sungai Ruata
(sungai yang mengalir di provinsi Maluku).
[1] Dikases pada tanggal 15
Mei 2016 dari http://protomalayans.blogspot.co.id/2012/11/suku-naulu-maluku.html
[2] Diakses pada tanggal 15
Juni 2016 dari http://uun-halimah.blogspot.co.id/2008/02/upacara-masa-kehamilan-pada-suku-bangsa.html
[1] Dikases pada tanggal 15
Mei 2016 dari http://protomalayans.blogspot.co.id/2012/11/suku-naulu-maluku.html
[2] Diakses pada tanggal 15
Juni 2016 dari http://uun-halimah.blogspot.co.id/2008/02/upacara-masa-kehamilan-pada-suku-bangsa.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar