AGAMA
TRADISIONAL ORANG JAWA
A.
Kepercayaan tradisional Jawa dan aneka laku yang di praktekkan
Kepercayaan tradisional Jawa biasanya kita sering sebut dengan
kepercayaan Kejawean. Untuk mengetaui segala sesuatu tentang kepercayaan
kejawean, maka kita harus tahu dulu dasar dari semuanya. Yakni, kita harus
mengetahui artinya terlebih dahulu. Kepercayaan berasal dari kata “percaya”,
yakni gerakan hati dalam menerima
sesuatu yang logis dan bukan logis tanpa suatu beban atau keraguan sama sekali.
Sedangkan Kejawen itu merupakan campuran
(syncretisme) kebudayaan Jawa asli dengan agama pendatang yaitu Hindu,
Budha, Islam, dan Kristen.[1]
Tetapi dari percampuran semua agama, yang paling dominan adalah Islam. Sehingga
mayoritas ajarannya sedikit banyak merupakan ajaran Islam.
Berikut merupakan tradisi Jawa yang masih bertahan yang sudah
tercampur oleh agama lain khususnya agama Islam:
1.
Tahlilan:
Tahlilan berasal dari kata Hallala, Yuhallilu, Tahlillan. Artinya membaca
kalimah La Ilaha Illallah. Biasanya dilakukan di masuki, musholah, rumah atau
lapangan.
2.
Ziarah
kubur: mengunjungi makam sudah menjadi pemandangan umum di masyarakat kalau
tidak kamis sore kadang Jum,at pagi.[2]
Hal ini dilakukan karena sejak jaman agama Islam belum masuk ke Jawa.
Masyarakat Jawapun melakukan ziarah kubur namun masih dalam kepercayaan
Hindu-Buddha.
3.
Haul:
Kata “Haul” berasal dari Arab artinya setahun. Peringatan haul berarti
peingatan genap satu tahun biasanya peringatan-peringatan seperti ini
kebanyakan dilakukan oleh masyarakat Islam jawa, gema haul akan terasa dahsyat
apabila yang meninggal itu seorang tokoh kharismatik, ulama besar, atau pendiri
sebuah pesantren. Rangkaian acaranya biasnya dapat bervariasi, ada pengajian,
tahlil akbar, mujahadah dan musyawarah.
B.
Upacara keagamaan dan makna Keselamatan Orang jawa
Salah satu upacara keagamaan Kejawean yaitu Slametan. Slametan,
dengan demikian, merupakan upacara dasar yang inti di sebagaian msyarakat
Mojokuto dimana pandangan dunia abangan paling menonjol. Slametan itu mungkin
mencakup keseluruhan upacara : pada peristiwa lain, seperti pesta
perkawinan, slametan itu boleh jadi
sangan singkat, tertutup, oleh berbagai situs dan aneka ragam perbuatan upacara
lain yang lebih terperinci, hingga kalau kita tidak memperhatikan dengan teliti,
semuanya itu akan luput dari pengamatan.
Slametan terbagi dalam empat jenis yaitu :
1.
Yang
ada hubungannya dengan hari-hari raya Islam seperti Maulid Nabi, Idul Fitri,
Idul Adha dan sebagainya
2.
Yang
ada sangkutannya dengan intregasi sosial desa, bersih desa, (harfiah berarti
pembersihan desa, yakni dari roh-roh jahat
3.
Slametan
sela yang Yang berkisar sekitar krisis-krisis kehidupan seperti kelahiran,
khitanan dan kematian
4.
Diselenggarakan
dalam waktu yang tidak tepat, tergantung kepada kejadian luar biasa yang
dialami seseorang. Keberangkatan untuk suatu perjalanan jauh, pindah tempat,
ganti nama, sakit, terkena tenung dan sebagainya.
C.
Kepercayaan kejawen ( kepercayaan orang abangan di jawa )
Dalam
kepercayaan kejawe klasik, apa yang disebut “leluhur” itu adalah orang-orang
yang memiliki sifat-sifat luhur pada masa hidupnya dan setelah meninggal mereka
masih senantiasa di hubungi oleh orang-orang yang masih hidup denga cara
melakukan upacara adat. Pada hakekatnya “leluhur” ini adalah nenek moyang
dahulu kala yang telah punah. Namun mereka masih dianggap sebagai pesona-pesona
yang telah berhasil membentuk pola masyarakat sampai berbentuk seperti sekarang
ini dan seterusnya berhasil meneruskan garis keturunan sampai saat ini.
“leluhur” itu dipercayai sebagai arwah, yang berada di alam rohani, alam atas,
alam roh-roh halus dan dekat dengan Yang Maha Luhur yang patut menjadi teladan,
kaidah atau norma.Dan masyarakat Jawa mempunyai kepercayaaan terhadap makhluk
halus, ada beberapa jenis seperti:
1.
Memedi : Roh yang Menakut-nakuti
Orang Memedi adalah istilah Jawa untuk jenis roh yang paling mudah
di pahami orang barat, karena ia hampir tepat sama dengan apa yang dalam bahasa
Inggris disebut Spooks (hantu). Salah satu jenis hantu yang telah dikonsepsikan
dan disepakati umum adalah Sundel bolong yaitu seorang wanita cantik yang
telanjang tetapi kecantikannya dicemarkan dengan adanya lubang besar di tengah
punggungnya. Rambutnya hitam dan panjang sampai ke pantat, hingga menutupi
lubang dipunggung nya.
2.
Tuyul : Makhluk Halus Yang Karib
Walaupun
beberapa orang mengatakan bahwa mereka itu bisa di dapatkan lewat puasa dan
meditasi dan orang lain lagi mengatakan bahwa kita malahan tak perlu melakukan
itu ( semuanya itu tergantung dari tuyul sendiri, kalau ia ingin menolong kita
ia akan menolong dan kalau ia tidak mau, ia akan menolak, tak peduli apapun
yang kita lakukan ) tetapi kebanyakan orang beranggapan bahwa orang perlu
membuat semacam perjanjian dengan setan, supaya tuyul mau menerima tawarannya.
3.
Lelembu : Roh Yang Menyebabkan kesurupan
Teori jawa
tentang kesurupan sudah berkembang agak lanjut. Lelembu menurut beberapa orang
selalu msuk kedalam tubuh dari bawah melalui kaki (itulah sebabnya orang
membasuh kakinya sebelum bersembahyang di Masjid).
4.
Demit : Makhluk Halus Yang Menghuni Suatu Tempat
Ada banyak
versi tentang mitos penciptaan Jawa, babad Tanah Jawa. Dalam suatu dongeng yang
dikisahkan kepada saya oleh seorang dalang di desa sebelah utara Mojokuto,
kisah itu mulai dengan Semar. Penda itu berkata kepada semar : Ceritakan
kepadaku kisah pulau Jawa seblum ada manusia. Semar mengatakan bahwa pada masa
itu seluruh pulau diliputi oleh hutan belantara kecuali sebidang kecil sawah
tempat semar bertanam padi di kaki gunung Merbabu (sebuah gunung berapi di Jawa
Tengah). sebenarnya kata semar, aku bukan manusia aku adalah makhluk halus yang
tertua, rja dan nenek moyang sekalian makhluk halus, dan melalui mereka ini
menjadi raja seluruh manusia.
5.
Danyang : Roh Pelindung
Danyang umumnya adalah nama lain dari demit (yang adalah akar kata
Jawa yang berarti “Roh”) seperti demit. Danyang tinggal menetap pada suatu
tempat yang disebut punden seperti demit, mereka menerima permohonan orang
untuk minta tolong dan sebagai imbalnnya menerima persembahan slametan.
D.
Kitab-kitab Kejawen (Kitab Serat Wulangreh, Kitab Serat Weddatama,
Kitab Hidayat Jati, Kitab Darmogandul, Kitab Gatoloco)
1.
Serat Wulang Reh
Wulang Reh atau Serat
Wulangreh adalah karya sastra berupa tembang macapat karya Sri Susuhunan Pakubuwana IV, Raja Surakarta, yang lahir pada 2 September1768. Dia bertahta
sejak 29 November1788 hingga akhir hayatnya pada 1 Oktober1820.
Kata Wulang bersinonim dengan kata pitutur
memiliki arti ajaran. Kata Reh berasal dari bahasa Jawa Kuno yang
artinya jalan, aturan dan lakucara mencapai atau tuntutan. Wulang Reh
dapat dimaknai ajaran untuk mencapai sesuatu. Sesuatu yang dimaksud dalam karya
ini adalah laku menuju hidup harmoni atau sempurna.
2. Serat
Wedhatama
Serat Wedhatamaadalah sebuah karya sastra Jawa Baru yang bisa digolongkan sebagai karya moralistis-didaktis yang sedikit
dipengaruhi Islam. Karya ini secara formal dinyatakan ditulis oleh KGPAAMangkunegara IV. Serat ini dianggap sebagai salah satu puncak estetika sastra Jawa abad
ke-19 dan memiliki karakter mistik yang kuat. Bentuknya adalah tembang, yang biasa dipakai pada masa itu.
3.
Serat Wirid Hidayat Jati
Serat
Wirid Hidayat Jati merupakan salah satu dari sekian banyak hasil karya pujangga
masyhur kraton Surakarta Raden Ngabehi Rongggowarsito. Tulisan ini
disempurnakan atau diselesaikan penulisnya pada tahun Jawa 1791 atau tahun 1862
yang ditulis dalam bahasa Jawa karma gancaran (prosa) yang halus dan indah
dengan tulisan huruf Jawa. Kitab Darmogandul
Pada
umumnya, kitab Darmogandul ini banyak menceritakan tentang fenomena keagamaan
saat itu, yakni saat Majapahit memimpin nusantara. Tentu saja, agama-agama yang
disinggung saat itu adalah Budha, Hindu, dan Islam.
4.
Kitab Gatoloco
Adapun
“kitab suci” aliran kebatinan yang mirip dengan Darmogandul adalah Gatoloco.
Kitab ini diperkirakan sudah ada pada abad ke 19 M.
E.
Interaksi Kepercayaan Orang Jawa dengan agama-agama lain
Pandangan umum tentang Jawa telah sampai pada kesimpulan
bahwa Interaksi cukup kuat antar agama-agama yang masuk ke Jawa menciptakan
bentuk keislaman yang tidak lagi murni dan terbebas dari unsur-unsur yang tidak
Islami, atau ;lebih tepatnya tetap dipengaruhi secara dominan oleh anasir agama
sebelumnya.
Referensi
Tandjung,
Krisnina Maharani, Kejawen , Malang: Yayasan Yusula, 2005
Jamil,
Abdul, Dkk. Islam Dan Kebudayaan Jawa.Yogyakarta: Gama Media.2002
Tidak ada komentar:
Posting Komentar