Kamis, 19 Mei 2016

Suku Amungme

Suku Amungme

sumber:

Suku Amungme hidup di PulauPapua yang merupakan pulau terbesarkedua di dunia dengan luas 892.000 km2.Letaknya antara 00 sampai 120 lintang selatan,dengan iklim tropis. Secara geograis,Pulau Papua dialiri oleh sungai-sungaiyang lebar dan di beberapa tempat terdapatdanau-danau yang luas.
Suku Amungme adalah kelompok Melanesia terdiri dari 13.000 orang. Mereka menjalankan pertanianberpindah, menambahnya dengan berburu dan mengumpul. Amungme sangat terikat kepada tanahleluhur mereka dan menganggap sekitar gunungsuci. Gunung yang dijadikan pusat penambanganemas dan tembaga oleh PT. Freeport Indonesia merupakan gunung suci yang di agung-agungkan oleh masyarakat Amungme, dengan nama Nemang Kawi. Nemang artinya panah dan kawi artinya suci. Nemang Kawi artinya panah yang suci (bebas perang) perdamaian. Wilayah Amungme di sebut Amungsa.

A.    Lokasi

sumber:


Suku Amungme adalah salah satu suku yang tinggal di dataran tinggi Papua. Suku Amungme memiliki tradisi pertanian berpindah, dan berburu. Mereka mendiami beberapa lembah luas di kabupaten Mimika dan Kabupaten Puncak Jaya antara gunung-gunung tinggi yaitu lembah Tsinga, lembah Hoeya, dan lembah Noema serta lembah-lembah kecil seperti lembah Bella, Alama, Aroanop, dan Wa. Sebagian lagi menetap di lembah Beoga (disebut suku Damal, sesuai panggilan suku Dani) serta dataran rendah di Agimuga dan kota Timika. Amungme terdiri dari dua kata "amung" yang artinya utama dan "mee" yang artinya manusia.[1]

B.     Asal Usul dan Kepercayaan Suku Amungme
Amungme adalah salah satu suku yang ada di daerah Papua selain suku Dani yang kita kenal, sebagian besar berasal dari Kabupaten Mimika. Kata Amungme dibagi menjadi dua yaitu "amung" yang artinya utama dan "mee" yang artinya manusia. Amungme berasal dari derah Pagema (lembah baleim) Wamena. Hal ini dapat ditelusuri dari kata kurima yang artinya tempat orang berkumpul dan hitigima yang artinya tempat pertama kali para nenek moyang orang-orang Amungme mendirikan honey dari alang-alang.
Orang Amungme berasal dari suku Damal, keluarga besar eogam-e, anak sukunya adalah suku Delem yang hidup di sepanjang sungai Memberamo. Mereka percaya bahwa mereka adalah keturunan pertama dari anak sulung bangsa manusia, mereka hidup disebelah utara dan selatan pegunungan tengah yang selalu diselimuti salju abadi yang dalam bahasa Amungme disebut nemangkawi (anak panah putih).[2]
Suku Amungme sangat terikat kepada tanah leluhur mereka dan menganggap gunung sebagai sesuatu yang sacral. Gunung yang dijadikan pusat penambangan emas dan tembaga oleh PT. Freeport Indonesia merupakan gunung suci yang di agung-agungkan oleh masyarakat Amungme, dengan nama Nemang Kawi. Nemang artinya panah dan kawi artinya suci. Nemang Kawi artinya panah yang suci (bebas perang/ perdamaian).[3]

C.    Mitologi Suku Amungme
Konsep mengenai tanah, manusia dan lingkungan alam mempunyai arti yang intergral dalam kehidupan sehari-hari. Tanah digambarkan sebagai figure seorang ibu yang memberi makan, memelihara, mendidik dan membesarkan dari bayi hingga lanjut usia dan akhirnya mati. Tanah dengan lingkungan hidup habitatnya dipandang sebagai tempat tinggal, berkebun, berburu dan pemakaman juga tempat kediaman roh halus dan arwah para leluhur sehingga ada beberapa lokasi tanah seperti gua, gunung, air terjun dan kuburan dianggap sebagai tempat keramat. Magaboarat Negel Jombei-Peibei (tanah leluhur yang sangat mereka hormati, sumber penghidupan mereka), demikian suku Amungme menyebut tanah leluhur tempat tinggal mereka.[4]

D.    Sosial
Secara tradisional masyarakat Amungme terbagi menjadi dua bagian. Dalam istilah antropologi dikenal dengan nama paroh (moieties). Paroh pertama adalah Mom, paroh kedua adalah Magai. Lemasa adalah salah satu Lembaga Adat Suku Amungme yang berkedudukan di Timika, Papua. Lemasa ini didirikan pada tahun 1994.[5]

E.     Adat Istiadat Suku Amungme
1.      Upacara
Upacara tradisional yang dinamakan dengan Bakar Batu. Tradisi ini merupakan salah satu tradisi terpenting masyarakat suku amungme yang berfungsi sebagai tanda rasa syukur, menyambut kebahagiaan atas kelahiran, kematian, atau untuk mengumpulkan prajurit untuk berperang. Persiapan awal tradisi ini masing - masing kelompok menyerahkan hewan babi sebagai persembahan, sebagain ada yang menari, lalu ada yang menyiapkan batu dan kayu untuk dibakar. Proses ini awalnya dengan cara menumpuk batu sedemikian rupa lalu mulai dibakar sampai kayu habis terbakar dan batu menjadi panas. Setelah itu, babi yang telah di persiapkan tadi dipanah terkebih dahulu. Biasanya yang memanah adalah kepala suku dan dilakukan secara bergantian. pada Tradisi ini ada pemandangan yang cukup unik dalam ritual memanah babi. Ketika semua kepala suku sudah memanah babi dan langsung mati, pertanda acara akan sukses dan bila tidak babi yang di panah tadi tidak langsung mati, diyakini acara tidak akan sukses.[6]

 sumber:


Tradisi Pernikahan, idealnya perkawinan orang Amungme terjadi secara eksogami paroh dan eksogami klen. Aturan adat Amungme mengharuskan perkawinan dilakukan antara seorang laki-laki atau perempuan dari mom menikah dengan dengan seorang laki-laki atau perempuan dari magai.[7]
2.      Bahasa
Suku Amungme memiliki dua bahasa, yaitu Amung-kal yang dituturkan oleh penduduk yang hidup disebelah selatan dan Damal-kal untuk suku yang menetap di utara. Suku Amungme juga memiliki bahasa simbol yakni Aro-a-kal. Bahasa ini adalah bahasa simbol yang paling sulit dimengerti dan dikomunikasikan, serta Tebo-a-kal, bahasa simbol yang hanya diucapkan saat berada di wilayah yang dianggap keramat.
3.      Tari dan Musik
Tarian adat suku amungme adalah tari suanggi ,goyang secara putar lingkaran ada pula sepertiseka namun membentuk segi empat secara buka-tutup (weitak alan borat) dan bernyanyi saat semalaman di honai antara pria dan wanita saling membalas sambil membagi harta milik wanita pria dan sebaliknya pria pada wanita( tem ) serta harmoni music(pingkol) saat subu di honai lelaki dan seruling (waau) saat tertentu dengan menggunakan bambu hutan  primer.

F.     Budaya
Amung-kal adalah bahasa yang digunakan oleh orang Amungme yang hidup disebelah selatan. Sedangkan Damal-kal untuk orang Amungme yang hidup di sebelah utara. Maka dari itu dalam suku Amungme terdapat dua bahasa. Selain itu  suku Amungme juga memiliki bahasa simbol yang berbeda dengan bahasa komunikasi sehari-hari yaitu Aro-a-kal adalah jenis bahasa simbol yang paling sulit dimengerti dan dikomunikasikan, serta Tebo-a-kal sebagai jenis bahasa simbol yang hanya diucapkan sewaktu berada di wilayah tertentu yang dianggap keramat.

G.    Ekonomi
Selain bahasa dan asal muaasal suku Amungme suku Amungme telah menggunakan uang tukar resmi (rupiah) sebagai alat jual-beli, tidak lagi menggunakan sistem barter. Barang-barang yang dijual masih sangat terbatas, seperti: makanan pokok; petatas, keladi, umbi-umbian, minyak goreng, sayur-mayur, alat jahit-menjahit sederhana, dan kebutuhan rumah tangga sehari-hari lainnya seperti garam, sabun dan rokok.
Saat ini budaya barter maupun alat tukar eral sudah tidak pernah lagi digunakan oleh sebagian besar suku Amungme yang tinggal di perkotaan atau berdampingan dengan budaya kota. Berbeda dengan masyarakat suku Amungme yang tinggal di pedalaman bagian Utara, yaitu di daerah pegunungan masih menggunakan eral.
Eral sendiri adalah sistem tukar - menukar barang dengan alat tukar sah yang diakui masyarakat Amungme, berupa kulit bia (siput). Kulit bia ini diperoleh dengan tukar-menukar barang dengan masyarakat yang tinggal di pantai. Setelah kulit bia diperoleh, mereka membawa pulang ke tempat tinggalnya di pedalaman dan membentuknya menjadi alat tukar suku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar