Kamis, 19 Mei 2016

Revisi Makalah

AGAMA TRADISIONAL ORANG BATAK
Disusun untuk Memenuhi Tugas Perkuliahan Pada Mata Kuliah Agama Lokal
Dosen pengampu: Siti Nadroh, MA

Disusun oleh:
Rexy Oktaviani          11140321000059
M. Sofyan                  11140321000082
M. Aris Sunandar     11150321000051

PROGRAM STUDI PERBANDINGAN AGAMA
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI JAKARTA (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2016



KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Agama Tradisional Orang Batak. kami berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai Agama Tradisional Orang Batak. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam tugas ini terdapat kekurangan.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami maupun orang yang membacanya. Maka dari itu, kami mohon maaf atas segala kekurangan yang terdapat pada makalah ini.


Tangerang, April 2016


                                                                                                            Penulis




BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang memiliki tradisi keberagamaan yang sangat plural, tidak hanya agama mainstream yang terlembaga, tapi juga kepercayaan lokal dan tetap bertahan sampai kini. Kepercayaan lokal dengan sistem ajaran, tradisi, pengikut merupakan sesuatu yang hidup dalam masyarakat hingga kini, bahkan jauh sebelum negara Indonesia merdeka.[1]
Termasuk kedalamnya yakni suku Batak yang terdapat di Pulau Sumatera, Banyak agama atau kepercayaan yang terdapat dalam  suku Batak salah satunya yaitu  agama Malim. Agama Malim percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa yakni Debata Mulajadi Nabolon. Mereka juga memiliki dan percaya dewa-dewa yang telah diutus oleh Debata Mulajadi Nabolon.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana mitologi Batak dan interaksinya dengan agama lain ?
2.      Bagaimana asal usul dan perkembangan kepercayaan Parmalim ?
3.      Bagaimana kepercayaan Parmalim dan ajaran-ajarannya ?
4.      Apa saja upacara-upacara yang terdapat dalam kepercayaan Parmalim ?

C.    Tujuan Penulisan
1.      Untuk menambah wawasan  bagi penulis dan pembaca
2.      Untuk mengetahui asal muasal suku Batak
Untuk mengetahui kepercayaan apa yang terdapat dalam suku Batak



BAB II
PEMBAHASAN
A.    Mitologi Batak dan Jenjang Kehidupan Manusia Zaman Keberhalaan
Banyak pendapat yang mengatakan tentang kapan suku Batak ada di Nusantara. Menurut Malau, orang Batak sudah ada lebih dari 1500-2000 tahun yang lalu.[2] Sedangkan menurut Parlindung, bahwa suku bangsa Batak berasal dari pegunungan  Burma, Siam dan Kamboja. Dan sudah ada di Tanah Batak lebih dari 1000 tahun sebelum masehi (SM). Menurutnya imgran tersebut berlangsung dengan tiga tahap.[3] Menurut Parseden kebudayaan Batak telah dipengaruhi oleh kebudayaan Hindu-Buddha yakni pada tahun 2000 SM-1500 M. Oleh karena itu paling tidak tahun 2000 SM, tanah Batak telah didiami oleh manusia yang sekarang kita sebut dengan suku Batak.
Istilah “batak” adalah sebuah kata yang berasal dari kata “bataha” yaitu nama sebuah negeri di Burma dahulu kala sekaligus asal mula orang Batak sebelum bergerak ke arah kepulauan Nusantara.
Suku Batak yang bermukim di bagian utara dan barat laut Pulau Sumatera terdiri dari enam suku atau cabang, yaitu suku Karo, Pakpak atau Dairi, Simalungun, Toba, Angkola, dan suku Mandailing.[4]
Batak adalah sebuah suku yang kaya akan mitos baik tentang Debata, dewa-dewa maupun tentang penciptaan bumi, manusia dan tumbuh-tumbuhan. Semua mitos itu sejak dahulu diceritakan secara dari mulut ke mulut atau melalui lisan oleh orangtua yang paham akan hal itu kepada orang yang lebih muda atau anak-anak.[5]
Suku Batak yang memiliki banyak ragam kebudayaan dan seni yang sangat terkenal, suku ini pula memiliki mitologi yang telah mereka yakini sebagai asal usul penciptaan alam semesta serta hal-hal lain yang terkait.[6]
Orang Batak mengenal pembagian alam semesta ini terbagi menjadi tiga dunia: Banua Ginjang atau Dunia Atas (upperrworld), Banua Tonga atau Dunia Tengah (middleworld), dan Banua Toru atau Dunia Bawah (lowerworld).
Kedamaian alam semesta ini terjamin apabila ketiga dunia ini bekerja sama dengan baik. Peran paling penting dari tiga dunia tersebut berada pada dunia tengah yang dihuni oleh para manusia yang menjadi penghubung antara dunia atas yang dimana para dewa bersemayam dan dunia bawah yang ditempati oleh jin dan raksasa, yang digambarkan sebagai tanah dan kesuburan.

B.     Asal Usul dan Perkembangan Kepercayaan Parmalim
Sebelum masuknya pengaruh agama Hindu, Islam, dan Kristen ke tanah Batak, orang Batak pada mulanya belum mengenal nama dan istilah “dewa-dewa”. Kepercayaan orang Batak mula-mula yakni percaya kepada arwah leluhur. Menurut mereka arwah leluhur / nenek oyang bisa mendatangkan malapetaka dan juga kesalamatan. Jika mereka melakukan penyembahan atau penghormatan kepada arwah leluhur maka mereka akan mendapatkan kesalamatan, sebaliknya jika mereka tidak melakukan penghormatan maka mereka akan mendapatkan malapetaka.
Lalu mereka percaya kepada benda-benda mati. Benda-benda mati dipercayai memiliki tondi (roh) misalnya: gunung, pohon, batu, dll yang dianggap keramat dijadikan tempat yang sakral (tempat sembahan).
Sebelum orang Batak mengenal tokoh dewa-dewa dan istilah “Debata”, sombaon yang paling besar orang Batak (kuno) disebut “Ompu Na Bolon” (Kakek/Nenek Yang Maha Besar). Ompu Nabolon (pada awalnya) bukan salah satu dewa atau tuhan tetapi dia adalah yang telah dahulu dilahirkan sebagai nenek moyang orang Batak yang memiliki kemampuan luar biasa dan juga menciptakan adat bagi manusia.[7]

C.    Kepercayaan Parmalin dan Ajaran-ajarannya
1.      Kepercayaan Parmalim
Kepercayaan orang Batak sebelum berinteraksi dengan agama lain yaitu percaya kepada arwah leluhur, lalu benda-benda mati. Leluhur mereka yang pertama yakni Ompu Nabolon yang sekarang ini kita kenal dengan Debata Mulajadi Nabolon.
Setelah masuknya kepercayaan dan istilah luar khususnya agama Hindu; Ompu Nabolon ini dijadikan sebagai dewa yang dipuja orang Batak kuno sebagai nenek/kakek yang memiliki kemampuan luar biasa. Untuk menekankan bahwa “Ompu Nabolon” ini sebagai kakek/nenek yang terdahulu dan yang pertama menciptakan adat bagi manusia, Ompu Nabolon menjadi “Mula Jadi Nabolon” atau “Tuan Mula Jadi Nabolon”. Nama untuk dewa-dewa ‘Debata’ diperkirakan berasal dari bahasa Jawa-Hindu. [8]
Kepercayaan dan upacara keagamaan sebelum masuknya agama Nasrani dan Islam, mencerminkan pembaruan dari dua unsur utama yang ikut membentuk kebudayaan Batak, yaitu kebudayaan Megalitik kuno dan pengaruh india.[9]
Sistem religi yang dianggap tertua di Batak adalah agama raja-raja yang disebut permalim atau perbaringin atau pelbegu. [10]
Parmalim secara antropologis disebut sebagai agama yang diturunkan oleh Tuhan (Debata Mulajadi Nabolon) khusus kepada suku Batak. Debata Mulajadi Nabolon adalah pencipta, pemilik dan penguasa semesta alam.[11]
Dengan berinteraksinya kepercayaan asli Batak dengan agama lain menyebabkan agama Malim mengalami perubahan baik dari segi kepercayaan maupun ajarannya.
a)      Kepercayaan kepasa Si Pemilik Kearajaan Malim di Banua Ginjang
Dasar untuk mempercayai semua “si pemilik kerajaan Malim di Banua Ginjang” tidaklah bersumber dari kitab suci, tetapi merujuk kepada bunyi tonggo-tonggo (doa-doa), yang disusun oleh Raja Nasiakbagi. Berikut merupakan Si Pemilik Kerajaan Malim di Banua Ginjang. Debata Mulajadi Nabolon, Debata Na Tolu, Si Boru Deakparujar, Nagapadohaniaji, Si Boru Saniangnaga.
b)     Kepercayaan  kepada Si Pemilik Kerajaan Malim di Banua Tonga
Dalam pemahaman agama Malim, harajaon memiliki makna keagamaan. Berhubungan dengan ini, maka yang dimaksud dengan raja bukanlah memiliki arti yang sesungguhnya, tetapi ”raja” yang dimaksud yaitu memiliki tugas sebagai pembawa agama.
Dalam kepercayaan agama Malim, ada empat orang yang tecatat sebagai raja atau malim Debata yang sengaja diutus Debata khusus kepada manusia suku Batak, yaitu Raja Uti, Simarimbulubosi, Raja Sisingamaraja, dan  Raja Nasiakbagi.[12]
c)      Kepercayaan Kepada Habonaran
Salah satu komponen dalam seistem kepercayaan agama Malim adalah mempercayai adanya ”habonaran”. Secara harfiah, kata ”habonaran” dalam bahasa Batak bisa bermakna “kebenaran”.[13]
Dalam kepercayaan Malim, habonaran adalah berwujud ruh atau tondi. Dia adalah ghaib, halus dan zatnya tidak dapat ditangkap oleh panca indra manusia. Jumlah keseluruhan habonaran. tidak dapat diketahui dengan angka pasti, namun dapat dipastikan lebih banyak dari jumlah manusia yang ada di permukaan bumi.
d)     Kepercayaan Kepada Sahala
Menurut kepercyaan agama Malim, sahala adalah ruh suci yang bersumber dari Debata Mulajadi  Nabolon yang diturunkan melalui Balabulan kepada seseorang manusia yang terpilih.
Wujud sahala adalah  gaib, halus dan tidak dapat ditangkap oleh panca indra manusia dan tidak pula diketahui kapan masuk dan hinggap pada diri manusia. Orang yang dihinggapi sahala disebut “marsahala” (yang mempunyai sahala).
2.      Ajaran-Ajaran agama Malim
a)      Kitab Suci Agama Malim
Kitab suci Parmalim disebut Pustaha Tumbaga Holing. Turunnya kitab suci ini sering dengan kelahiran Tuhan Simaimbulu Bosi Nabadia (Nabadia Suci). Menurut keyakinan pengikut Parmalim, kitab ini menempel pada badan Tuhan Simarimbulu.
Surat pertama yang ada pada kitab tersebut yakni:
A-     Ha-Ma-Na-Ra-Ta-Ba-Sa-Da-Ga-Dja-Ka-Nga-La-Pa
huruf ini yang kemudian menjadi Abjad bagi bahasa Batak.[14]
Di dalam kitab tersebut juga terdapat ajaran-ajaran yang isinya harus diamalkan oleh para pengikutnya.
b)     Fisafat Batak
Suku Batak memiliki ajaran tentang filsafat-filsafat, berikut merupakan pemaparan tentang beberapa filsafat Batak:
1)      Filsafat Tentang Gelas Minum Tamu yang Harus diisi Penuh
Orang Batak berpendapat: segala perbuatan tidak boleh dilakukan separuh-separuh, tetapi harus penuh. Istilah Batak untuk perkataan penuh “gok”. Perkataan “gok” mempunyai peranan penting bagi orang Batak. Orang Batak mengisi gelas minum tamunya penuh, dengan tujuan mengucapkan kepada tamunya: seperti gelas yang penuh ini, mudah-mudahan Saudara menerima kebahagiaan yang penuh dari Tuhan.
2)      Filsafat Tentang Pohupohul dan Dolungdolung
“Pohulpohul” dan “dolung-dolung” merupakan dua macam kue yang spesifik Batak.
·         Dolungdolung: Adapun kue “dolungdolung” yaitu berbentuk bulat dan merupakan symbol permupakatan yang bulat dan teguh antara kedua belah pihak.
·         Pohulpohul: adalah filsafal Batak yang berbunyi “Puppa pande dorpi jumadihon tu rapotna”. (artinya: tukang yang sedang membuat dinding menimbulkan hiruk pikuk yang sangat, tetapi akibatnya papan-papan dinding menjadi rapat).[15] Maksudnya, seringkali dalam kehidupan berumah tangga terjadi pertengkaran yang hebat. Dalam membuat kue pohulpohul, tepung  digenggam dengan kuat-kuat, sama seperti marah manusia, tetapi tercapai juga persesuaian pendapat dan timbul pula kekompakan pada kedua belah pihak sama seperti tepung yang telah kita remas dengan kuat maka akan menjadi kompak.
3)      Filsafat Tentang Ulos
Ulos merupakan semacam kain tenunan khas Batak berbentuk selendang. Sebuah filsafat Batak berbunyi: Ijuk pangihot hodong, Ulos pangihot ni holong.
Artinya: ijuk adalah pengikat pelepah pada batangnya dan ulos adalah pengikat kasih saying anatara orang tua dan anak-anak atau bisa diartikan seseorang dengan orang yang lain.
c)      Konsep Kesucian Diri Menurut Agama Parmalim
Agama Malim sebagai jalan pertemuan dimaksudkan bahwa melalui agama inilah para penganutnya dapat melakukan hubungan dengan Debata baik pada waktu melakukan upacara keagamaan (ibadat) maupun diluar ibadat.
Di dalam agama Malim ada sejumlah ajaran dan ibadat yang wajib diamalkan oleh setiap warga parmalim. Apabila ajaran dan ibadat itu diamalkan dengan baik dan sempurna, maka orang yang mengamalkan itu disebut telah memiliki apa yang disebut dengan kesucian jiawa (tondi hamalimon). Artinya, pada dirinya tertanam ruh atau cahaya kesucian dari Debata sebagai akibat dari pengalaman ajaran yang sempurna itu. Inilah konsep kesucian diri yang paling tinggi.[16]

d)     Konsep Dosa menurut Agama Malim
Timbulnya dosa pada diri seseorang pada hakikatnya berawal dari adanya sifat dan perbuatan jahat (haangaton) yang dilatarbelakangi oleh sifat yang terlalu cinta terhadap dunia atas dorongan nafsu serakah yang tak terkontrol. Sifat seperti ini menyebabkan manusia lupa terhadap tuhan Debata. Keadaan lupa seperti itu menyebabkan dirinya dikuasai oleh iblis sehingga perbuatannya cendeung kepada perbuatan yang mendatangkan dosa.
Dalam ajaran Malim ada dua macam dosa yaitu, dosa yang kecil (na metmet) dan dosa yang besar (na balga). Dosa yang kecil adalah perbuatan yang dapat digolongkan kepada perbuatan dosa yang ringan, seperti mencuri, menghina dalan lain-lain, sedangkan dosa yang tergolong besar adalah perbuatan yang dikategorikan diluar batas kemanusiaan seperti membunuh orang.[17]

D.    Upacara Keagamaan dalam kepercayaan Parmalim
1.      Upacara Keagamaan
Malim adalah sebuah agama yang memiliki beberapa macam  upacara agama-agama (ritual) yang dijadikan sebagai jalan untuk “bertemu” dengan Debata Mulajadi Nabolon.
a)      Sembahyang
Sembahyang bisa disebut juga dengan Marisabtu. Marisabtu adalah salah satu upacara agama (ibadat) yang terpenting dalam agama Malim. Ibadat ini wajib dilaksanakan sekali dalam sepekan yaitu pada hari sabtu. Penetapan hari sabtu sebagai hari peribadatan bersal dari sejarah dimana tepat pada hari ketujuh (sabtu).
Praktek peribadatan mereka dilakukan di sebuah rumah yang dinamakan rumah pesakitan atau Pasogit di Porsea. Di rumah persakitan tersebut sembahyang dilaksanakan pada hari Sabtu, pukul 12.00 secara bersama-sama dengan dipimpin oleh para ahli.[18]
a)      Upacara Mardebata
Mardebata adalah satu satu ritual agama malim. Secara harfiah kata mardebata bermakna “menyembah Debata”. Sedangkan, menurut istilah agama, arti mardebata ialah: “upacara penyembahan kepada Debata dengan perantara sesaji (pelean) yang bersih dan diantarkan melalui bunyi-bunyian gendang selengkapnya (gondang sabangunan) atau gendang kecapi (gondnag hasapi) sebagaimana telah diisbatkan dalam agama Malim.
Tata cara pelaksanaanya berbeda-beda tergantung jenis mana mardebata yang digunakan.
b)     Korban
Sebagaimana dalam kepercayaan agama lain, dalam agama Malim pun terdapat ajaran tentang koban. Tetapi belum diketahui tentang asal usul konsep korban dalam agama Malim. Mereka melakukan koban pada waktu hari kebangkitan raja Sisingamangaraja dan hari-hari besar lainnya.[19]
Jenis binatang yang menjadi korban pun berbaagai macam, seperti lembu, kerbau, kuda, kambing, rusa dan sejenisnya, dan juga jenis-jenis ayam.
  
2.      Upacara Adat
a)      Upacara Martutuaek
Martutuaek merupakan salah satu aturan atau ibadat dalam agama Malim. Namun perlu diketahui bahwa sebelum agama Malim resmi ada, yakni pada zaman Sisimangaraja I bahkan sejak dari Siraja Batak. [20]Martutuaek sudah menjadi bagian dari adat istiadat masyarakat Batak namun setelah agama Malim resmi ada, acara martutuaek bukan lagi sekedar adat kebiasaan tetapi sudah berubah status hukumnya menjadi suatu aturan atau ibadat yang wajib diamalkan.
Proses Pelaksanaan, yaitu sebagai berikut:
Keseluruhan upacara dipimpin oleh pimpinan ritual yaitu ihutan atau ulupunguan setempat. Mula-mula pimpinan upacara terlebih dahulu mengadakan dialog (tanya jawab) dengan pihak tuan rumah (suhut). Tanya jawab ini disebut “marsintua gabe”. Dengan selesainya tanya jawab, barulah dimulai melafalkan doa-doa (tonggo-tonggo). Selepas berdoa, pimpinan upacara mengambil segenggam beras dari daam perbuesanti, lalu meletakkan beras itu keatas ubun-ubun anak yang baru saja ditabalkan namanya itu termasuk kepada kedua ibu-bapaknya.
Disepanjang perjalanan menuju mata air, ibu yang menggendong bayi harus memegang sebuah benda sebagai simbol untuk memaklumkan kepada khalayak ramai jenis kelamin anak yang sedang martutuaek.
Setibanya di mata air, dua buah jeuk purut yang di dalam rason pangurason diseahkan kepada Boru Saniangnaga (penguasa air) sebagai penghormatan. Sesampainya di tangga rumah, pimpinan ritual menyambut mereka sembari mengangkat mangkuk pangurason dari atas kepala anak dara itu.
b)     Upacara Pasahat Tondi
Pasahat Tondi  berasal dari dua kata, yaitu “pasahat” yang bermakna ”menyampaikan”, “menyerahkan”, sedangkan makna “tondi” adalah “ruh”.[21] Dengan demikian pasahat tondi berarti menyampaikan atau menyerahkan ruh. Dalam agama Malim, istilah pasahattondi adalah suatu upacara agama yang bermaksud menyampaikan ruh seorang manusia yang sudah meninggal dunia keada Debata Mulajadi Nabolon.
Menurut kepercayaan, di samping sebagai aturan untuk mengembalikan ruh, pasahattondi juga digunakan sebagai wadah untuk memohon keampunan dosa.
Proses Pelaksanaannya yaitu:
Pasahat tondi sudah harus dilaksanakan paling lambat sebulan setelah meninggal dunia. Upacara ini dilaksanakan di halaman rumah, bilamana sesaji sudah selesai dimasukkan, barulah pimpinan ritual memulai upacara pelafalan doa-doa.
Setelah itu barulah diadakan “pengumpulan uang bantuan” yang disebut dengan sidokka (sedekah) dengan cara mengedarkan sebuah tabung atau “kotak amal” kepada seluruh anggota yang hadir.
Setelah pengumpulan sidokka, dilanjutkan dengan pemberian kata-kata takziah penutup dari pimpinan ritual. Dengan keadaan berdiri, pimpinan ritual berbicara panjang, karena dia menyimpulkan keseluruhan kata-kata takziah dalam upacara pasahat tondi itu.


c)      Upacara Mamasumasu
Salah satu upacara yang tidak boleh diabaikan oleh penganut agama Malim ialah mamaumasu. Istilah mamasumasu dalam agama Malim dapat diartikan “pemberkatan perkawinan”.[22]
Proses pelaksanaanya yakni sebagai berikut:
Pada saat pemberkatan, kedua pengantin mengambil posisi di sebelah kanan atau duduk menghadap kearah samping kanan peralatan upacara. Sebelum pelafalan doa-doa berlangsung, terlebih dahulu ihutan menanyakan beberapa hal kepada kedua mempelai termasuk kepada masing-masing orang tua kedua mempelai.
Jika pertanyaannya sudah dijawab, maka berarti upacara pernikahan pun akan segera dilangsungkan. Inti upacara pernikahan, yakni ihutan memulai melafalkan doa-doa Setelah pelafalan doa-doa. Terakhir, ihutan mangambil uang dari atas parbuesanti dan menyerahkan secara simbolis, sebagian dari uang tersebut kepada kedua orang tua mempelai pria dan juga kedua orang tua mempelai wanita.
d)     Upacara Manganggir
Manganggir adalah  upacara yang dapat disamakan dengan sacrament (baptis) dalam agama lain. Istilah manganggir berasal dari kata anggir (jeruk purut),  karena jeruk purut ini digunakan sebagai bahan  penyucian (pangurason) , akhirnya upacara ini dinamakan dengan manganggir. Dalam istilah agama, manganggir adalah suatu upacara pensucian diri sesorang agar suci dari segala dosa, kekotoran.
Penyucian lewat upacara manganggir dipimpin langsung oleh ihutan atau boleh juga mewakilinya.[23]
Proses pelaksanaan yaitu Ketika upacara berlangsung, ihutan melafalkan doa-doa seperti halnya pada upacara ibadat utama yang isinya memohon kepada Debata  agar orang-orang dapat diterima  sebagai pemeluk baru agama Malim serta dapat menguatkan keimanannya dan mengampuni dosa-dosanya yang lalu.
e)      Upacara Sipaha Sada
Sipaha Sada adalah salah satu aturan dalam agama Malim. Upaca ini khusus memperingati ari hatutubu ( hari kelahiran) Tuhan Simaumbulu Bosiyang jatuh pada ari suma (hari kedua) dan ari anggara (hari ketiga) bulan sipaha sada (bulan satu).[24] Upacara ini bnerlangsung selama dua hari sesuai berdasarkan sejarahnya yang dua kali lahir yakni pada ari suma (hari kedua) dan ari anggara (hari ketiga) bulan sipaha sada (bulan satu). Semua kegiatannya dilakukan si Bale Pasogit Partonggoan, Hutatinggi. Upacara ini diiringi dengan music hassapi (kecapi) dan alat m,usik tradisional lainnya.
f)       Upacara Sipaha Lima
Sipaha Lima merupakan salah satu aturan yang wajib diamalkan menurut agama Malim yang diadakan setiap tahun. Upacara dilaksankan dalam 3 hari berturut-turut. Tiga hari berturut-turut tersebut yakni, tanggal 12, 13, dan 14 pada bulan lima.
Pelaksanaan upacara asean taon biasanya dihadiri oleh wakil dari tiap bius, parbaringin, pangubolon dan anggota masyarakat bius setempat. Dan yang peling terpenting adalah kehadiran Sisingamangaraja di acara itu, karena beliaulah yang mewakili masyarakat umum untuk mempersembahkan sesaji sekaligus memimpin upacara asean taon.[25]

E.     Interaksi Kepercayaan Orang Batak dengan Agama-agama Lain
1.      Hubungan kekerabatan
Kekerabatan adalah menyangkut hubungan hukum antar orang dalam pergaulan hidup. Ada dua bentuk kekerabatan bagi suku Batak, yakni berdasarkan garis keturunan (genealogi) dan berdasarkan sosiologis, sementara kekerabatan teritorial tidak ada.
Bentuk kekerabatan berdasarkan garis keturunan (genealogi) terlihat dari silsilah marga mulai dari Si Raja Batak, dimana semua suku bangsa Batak memiliki marga. Sedangkan kekerabatan berdasarkan sosiologis terjadi melalui perjanjian (padan antar marga tertentu) maupun karena perkawinan. Dalam tradisi Batak, yang menjadi kesatuan Adat adalah ikatan sedarah dalam marga, kemudian Marga. Artinya misalnya Harahap, kesatuan adatnya adalah Marga Harahap vs Marga lainnya. Berhubung bahwa Adat Batak/Tradisi Batak sifatnya dinamis yang seringkali disesuaikan dengan waktu dan tempat berpengaruh terhadap perbedaan corak tradisi antar daerah.[26]
Tarombo Batak adalah silsilah garis keturunan secara patrilineal dalam suku Batak.[27] Sudah menjadi kewajiban bagi masyarakat suku bangsa Batak untuk mengetahui silsilahnya agar mengetahui letak hubungan kekerabatan terkhusus dalam falsafah Dalihan Natolu. Tarombo si Raja Batak (silsilah garis keturunan suku bangsa Batak) dimulai dari seorang individu bernama Raja Batak.
Si  Raja Batak mempunyai 2 orang putra, yaitu:
a)      Guru Tatea Bulan menikah dengan Si Boru Baso Burning dan memperoleh 5 orang putra dan 4 orang putri, yaitu :[28]
1)      Putra
Ø  Raja Uti (atau sering disebut Si Raja Biak-biak, Raja Sigumeleng-geleng), tanpa keturunan
Ø  Tuan Sariburaja (keturunannya Pasaribu). Saribu Raja mempunyai 2 (dua) orang putra yang dilahirkan oleh 2 (dua) istri. Istri pertama Saribu Raja adalah Siboru Pareme yang melahirkan Raja Lontung dan istri kedua Saribu Raja adalah Nai Mangiring Laut yang melahirkan Raja Borbor.  Raja Lontung mempunyai 7 (tujuh) orang putra, yaitu:
ü  Sinaga, menurunkan marga Sinaga dan cabang-cabangnya
ü  Situmorang, menurunkan marga Situmorang dan cabang-cabangnya
ü  Pandiangan, menurunkan Perhutala dan Raja Humirtap, Raja Sonang (Toga Gultom, Toga Samosir, Toga Pakpahan, Toga Sitinjak) dan cabang-cabangnya.
ü  Nainggolan, menurunkan marga Nainggolan dan cabang-cabangnya anatara lain Lumban Nahor, Batuara, Parhusip, Lumban raja.
ü  Simatupang, menurunkan marga Togatorop, Sianturi dan Siburian
ü  Aritonang, menurunkan marga Ompu Sunggu, Rajagukguk, dan Simaremare.
ü  Siregar, menurunkan marga Siregar Silo (Sormin), Dongoran, Silali, dan Sianggian.
Keturunan Raja Borbor membentuk rumpun persatuan yang disebut dengan Borbor yang terdiri dari marga Pasaribu, Batubara, Harahap, Parapat, Matondang, Sipahutar, Tarihoran, Saruksuk, Lubis, Pulungan, Hutasuhut, Tanjung serta Daulay. Sementara, waktu Nai Mangiring masih hidup, dia dan adik-ipar (adik-adik Sariburaja), Limbongmulana, Sagala Raja dan Silau Raja membuat suatu ikatan perjanjian yang disebut "padan" yang menyatakan bahwa "pomparan" mereka semua, seterusnya disebut dengan "Borbor Marsada".[29]
Ø  Limbong Mulana (keturunannya Limbong)
Ø  Sagala Raja (keturunannya Sagala)
Ø  Silau Raja (keturunannnya Malau, Manik, Ambarita dan Gurning)
2)      Putri
Ø  Si Boru Pareme (menikah dengan Tuan Sariburaja, ibotona)
Ø  Si Boru Anting Sabungan, menikah dengan Tuan Sorimangaraja, putra Raja Isombaon
Ø  Si Boru Biding Laut, (Diyakini sebagai Nyi Roro Kidul)
Ø  Si Boru Nan Tinjo (tidak menikah).
b)      Raja Isombaon
2.      Interaksi dengan Agama Lain
Seperti yang sudah dibahas sebelumnya, bahwa ada beberapa ajaran bahkan kepercayaan yang dianut oleh masyarakat Batak setelah agama lain masuk yakni, Hindu-Buddha, Kristen, Islam ke Nusantara.
a)      Interaksi dengan agama Hindu-Buddha
Semua ahli sepakat bahwa pengaruh Hindu dan Buddha ada pada kultur Batak. Pengaruh peradaban India cukup mendalam pada peradaban Batak. Berikut merupakan hasil interaksi dari kepercayaan agama Malim dengan agama Hindu-Buddha teks-teks ritus dalam pustaha, prakatek magis/ yang berhubungan dengan keagmaan contoh,sebelum Hindu-Buddha datang ke Nusantara, agama Malim menyembah arwah leluhur. Namun setelah Hindu-Buddha datang konsep tersebut berubah menjadi menyembah kepada Dewa yakni Debata Mulajadi Nabolon. Interaksi selanjutnya yaitu penyempurnaan sistem lokal, pembagian kelas berdasarkan keturunan marga, dan lain sebagainya.
b)      Interaksi dengan agama Kisten
Dalam agama Malim terdapat kepercayaan terhadap Debata Na Tolu, yakni percaya kepada tiga dewa yaitu, Bataraguru, Sorisohaliapan, dan Balabulan. [30]Itu merupakan interaksi dengan agama Kristen dan juga agama Buddha, yang kita kenal dengan ajaran Tritunggal dan juga Trimurti. Dan masih banyak lagi interaksi-interaksi lainnya.



BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Setelah pemaparan yang telah dipaparkan oleh pemakalah, maka dapat kita simpulkan bahwa:
1.      Agama Malim merupakan salah satu agama yang terdapat dalam suku Batak, mereka percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa yakni Deabata Mulajadi Nabolon. Awalnya agama Malim percaya kepada roh leluhur lalu kepada benda-benda mati. Dan setelah berinteraksi dengan agama lain maka parmalim percaya kepada dewa-dewa.
2.      Terdapat beberapa dewa-dewa yang telah diutus oleh Debata dan itu dipercayai dan diyakini oleh parmalim diantaranya si pemilik Kerajaan Malim di Banua Ginjang (Debata Mulajadi Nabolon, Debata Na Tolu, Si Boru Deakparujar, Nagapadohaniaji, dan Si Boru Saniangnaga), si pemilik Kerajaan Malim di Banua Tonga (Raja Uti, Tuhan Simarimbulubosi, Raja Na Opat Puluh Opat, Raja Sisingamangaraja, dan Raja Nasiakbagi), Habonaran, Sahala dan lain sebagainya
3.      Terdapat beberapa ajaran dan juga ritual keagamaan yang terdapat dalam agama Malim, setiap ajaran akan diamalkan oleh parmalim, sedangkan untuk ritual keagamaan banyak beberapa macam. Seperti ritual sembahyang, korban dan lain-lain, sedangkan untuk ritual adat yaitu kelahiran, kematian, pensucian diri dan sebagainya, yang dimana itu semua sudah diatur tata cara pelaksanaanya.
4.      Ada beberapa ajaran bahkan kepercayaan yang berubah akibat dari interaksi dengan agama lain.



DAFTAR PUSTAKA

Gultom, Ibrahim. Agama Malim: di Tanah Batak, Jakarta: PT Bumi Aksara. 2010.  Cet. I
Hasibuan, Jamaludin S. Seni  Budaya Batak.  Jakarta: PT Jayakarta Agung Offset. 1885
Hidayah, Zulyani. Ensiklopedi Suku Bangsa di Indonesia. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia. 2015
Mufid, Ahmad Syafi’I (ed). Dinamika Perkembangan Sistem Kepercayaan Lokal Indonesia. Jakarta: Kementerian Agama RI Badan Litbang dan Diklat Puslitbang Kehidupan Keagamaan. 2012
Nainggolan, Togar. Batak Toba di Jakarta. Medan: Bina Media. 2006
Neng Darol Afia (ed). Tradisi Kepercayaan Lokal pada Beberapa Suku di Indonesia. Jakarta: Badan Litbang Agama Departmen Agama RI, 1999
Sihombing, T.M. Filsafat Batak. Jakarta: Balai Pustaka. 1986
Diakses pada tanggal 17 Maret 2016 https://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Batak





[1] Ahmad Syafi’I Mufid (ed), Dinamika Perkembangan Sistem Kepercayaan Lokal Indonesia, (Jakarta: Kementerian Agama RI Badan Litbang dan Diklat Puslitbang Kehidupan Keagamaan, 2012), h. 11
[2] Ibrahim Gultom, Agama Malim, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2010), Cet. I, h. 31
[3] Tiga tahap imigran sampai ke Tanah Batak, yaitu: Tahap pertama adalah mendarat di Pulai Nias, Mentawai, Siberut, dan lain-lain, tahap kedua yakni mendarat di di muara sungai Simpang, dan tahap yang terakhir mendarat di sungai Sorkam. Dari sanalah mereka memasuki pegunungan sehingga sampai di Danau Toba dan menetap di kaki gunung Pusuk Bukit (Lihat Ibrahim Gultom, Agama Malim, h. 32).
[5] Ibrahim Gultom, op.cit, h. 37
[6] Jamaludin S. Hasibuan, Seni  Budaya Batak, (Jakarta: PT Jayakarta Agung Offset, 1885), h. 249-252
[8] Togar Nainggolan, Batak Toba di Jakarta, ( Medan: Bina Media Perantis, 2006), h. 49
[9] Jamaludin S. Hasibuan, op.cit, h. 249-252
[10] Zulyani Hidayah, Ensiklopedi Suku Bangsa di Indonesia, (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2015), h. 63
[11] Ahmad Syafi’I Mufid (ed), Opcit, h. 14
[12] Ibrahim Gultom, op.cit, h. 125
[13] Ibid, h. 172
[14] Neng Darol Afia (ed), Tradisi Kepercayaan Lokal pada Beberapa Suku di Indonesia, (Jakarta: Badan Litbang Agama Departmen Agama RI, 1999), h. 97
[15] T.M. Sihombing, Filsafat Batak, (Jakarta: Balai Pustaka, 1986), h. 20
[16] Ibrahim Gultom, op.cit, h. 201
[17] Dalam agama Malim terdapat cara memperoleh pengampunan bagi orang yang melalukan dosa. Untuk yang melakukan dosa kecil, orang tersebut harus menebus dosa (manopoti dosa) dengan cara memohon pengampunan dosa pada saat upacara keagamaan sambil berjanji untuk bertobat. Dan bagi orang yang melakukan dosa besar seperti membunuh, tidak cukup dengan ucapan biasa, melainkan dengan cara menebus dosa melalui upacara keagamaan khusus yang disebut dengan mardebata. (Lihat Ibrahim Gultom, Agama Malim, h. 204).
[18] Neng Darol Afia (ed), op.cit, h. 98
[19] Ibid, h. 99
[20] Ibrahim Gultom, op.cit, h. 229
[21] Ibid, h. 239
[22] Ibid, h. 304
[23] Dalam hal ini terdapat beberapa kategori. Untuk kategori pertama yakni, bagi orang yang baru masuk agama Malim, ada syarat-syarat tertentu yaitu wajib menyediakan uang sebanyak dua rupiah dan  kain putih sebanyak tujuh hasta. Sedangkan untuk kategori yang kedua yakni orang yang murtad  harus menyediakan uang empat rupiah dengan dua macam kain yang disebut dengan ulos jugia so pipot dan  suri-suri pandapotan, itu semua merupakan syarat adat. (Lihat Ibrahim gultom, Agama Malim, h. 308)
[24] Ibrahim gultom, op.cit, h. 279
[25] Asean taon merupakan nama lain dari sipaha sada, asean taon sudah ada sejak agama Malim belum resmi ada. Upacara ini juga biasa disebut dengan upacara bius. (Lihat Ibrahim ultom, Agama Malim, h. 288).
[26] Diakses pada tanggal 17 Maret 2016 https://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Batak
[27] Diakses pada tanggal 07 April 2016 https://id.m.wikipedia.org/wiki/Tarombo_Batak
[29] Diakses pada tanggal 07 April 2016 https://id.m.wikipedia.org/wiki/Tarombo_Batak
[30] Ibrahim gultom, op.cit, h. 118

Tidak ada komentar:

Posting Komentar